Sabtu, 08 April 2017

PSIKOLOGI PENDIDIKAN : Perangkat untuk Mengajar Secara Efektif

PSIKOLOGI PENDIDIKAN : Perangkat untuk Mengajar Secara Efektif
Selayang pandang psikologi pendidikan
Psikologi adalah studi ilmiah tentang perilaku dan proses mental. Psikologi Pendidikan adalah cabang ilmu psikologi yang mengkhususkan diri pada cara memahami pengajaran dan pembelajaran dalam lingkungan pendidikan. psikologi pendidikan adalah bidang yang sangat luas sehingga dibutuhkan satu buah buku tersendiri untuk menjelaskannya.
Latar Belakang Historis
Ada perintis terkemuka yang muncul di awal sejarah psikologi pendidikan sebelum awal abad ke-20, yaitu:
William James

Dia menegaskan pentingnya mempelajari proses belajar dan mengajar di kelas guna meningkatkan mutu pendidikan. Dan inti dari pendapatnya bahwa "mulai mengajar pada titik yang sedikit lebih tinggi diatas tingkat penegtahuan dan pemahaman anak dengan tujuan untuk memperluas cakrawala pemikiran anak".





John Dewey
Dewey percaya bahwa anak-anak akanbelajar lebih baik jika mereka aktif. Anak-anak seharusnya tidak hanya mendapat pelajaran akademik saja, tetapi juga harus diajari cara untuk berpikir dan beradaptasi dengan dunia di luar sekolah.







E.L. Thorndike
Menurut Thorndike, salah satu tugas pendidikan di sekolah yang paling penting adalah menanamkan keahlian penalaran anak. Dan Teori yang terkenal dari Thorndike adalahLaw of Effect, yaitu perilaku yang diikuti oleh hasil positif akan dikuatkan, sementara perilaku yang diikuti dengan hasil negatif akan melemah.






Mengajar di satu sisi adalah ilmu pengetahuan dalam hal mendidik (pedagogi) dan di satu sisi adalah seni. Mengajar membutuhkan pengetahuan agar strategi yang digunakan tepat dengan perkembangan belajar anak sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. Namun demikian, tidak semua kejadian di dalam kelas merupakan persoalan pembelajran semata. Terdapat banyak persoalan kelas yang tidak terduga, yang sering tidak berkaitan langsung dengan proses belajar seperti komunikasi, relasi, pengaturan waktu, hubungan antar guru, permasalahan kehidupan keluarga murid, masalah pribadi guru itu sendiri, dan lain sebagainya yang memiliki dampak pada proses belajar mereka. Untuk mengatasi berbagai persoalan dibutuhkan “seni” agar penanganan yang diberikan dapat memotivasi kelas mencapai tujuan pembelajaran mereka. Mengajar membutuhkan beberapa hal yang utama yaitu: pengetahuan, keahlian professional, komitmen, dan motivasi.

Cara Mengajar Efektif

A.        Pengetahuan dan Keahlian Profesional

Guru yang efektif memiliki pengetahuan dan keahlian professional dengan beberapa pemahaman dan penguasaan sebagai berikut (Santrock, 2012):

1.       Menguasai materi pembelajaran. Guru yang efektif harus berpengetahuan, fleksibel, dan memahami materi. Pengetahuan akan subjek materi perlu didukung dengan dasar-dasar penataan materi dan kemampuan untuk mengaitkan berbagai gagasan, cara berpikir, dan berargumentasi.
2.       Memahami strategi pengajaran. Guru yang efektif memahami dan menerapkan strategi yang tepat dalam proses pembelajaran. Guru dapat menggunakan berbagai strategi mengajar yang inspiratif, seperti ceramah, diskusi, tanya jawab kooperatif, dan lain sebagainya. Metode ceramah dan tanya jawab yang inspiratif masih merupakan metode klasik yang efektif bagi pembelajaran tradisional. Sedangkan metode pembelajaran dengan filsafat konstruktivisme lebih banyak menggunakan strategi cooperative learning, problem based learning,dan inquiry learning.
3.       Memiliki keahlian akan tujuan dan perencanaan pengajaran. Guru yang efektif menetapkan tujuan pembelajaran dilakukan dengan rencana pengajaran, kriteria, dan pengorganisasian pelajaran agar murid mendapatkan hasil pembelajaran yang maksimal. Dalam perencanaan pengajaran, guru memikirkan proses pembelajaran yang kreatif, menarik, dan inspiratif bagi murid di dalam kelas.
4.       Memiliki keahlian manajemen kelas. Guru yang efektif memiliki keahlian untuk mengatur penataan dan prosedur pengajaran, mengorganisasi kelompok, menetapkan peraturan dan prosedur kelas, mengaktifkan kelas, dan menanganni tindakan murid yang menganggu kelas.
5.       Memiliki keahlian memotivasi. Guru yang efektif memiliki kemampuan untuk memberikan motivasi bagi para muridnya agar mau belajar. Motivasi pada diri anak juga dapat di bangun dengan memberi siswa kesempatan lebih banyak untuk belajar di dunia nyata agar murid memiliki kesempatan belajar tentang sesuatu yang baru dan menantang.
6.       Memiliki keahlian komunikasi. Guru yang efektif memiliki keahlian berkomunikasi, berbicara, mendengar, mengatasi hambatan komunikasi verbal, memahami komunikasi nonverbal, dan mampu mengatasi konflik yang konstruktif.
7.       Memiliki kemampuan bekerja secara efektif dengan murid dari latar belakang budaya yang berlainan. Guru yang efektif memahami latar belakang budaya dan kebiasaan etnis murid yang berbeda-beda agar dapat peka terhadap kebutuhan mereka. Guru perlu membimbing para murid ke sikap kritis tentang isu budaya dan etnis untuk mengurangi bias dengan menanamkan siat saling menerima dan bertindak sebagai mediator budaya.
8.       Memiliki keahlian teknologi. Guru yang efektif memiliki keahlian teknologi informasi sehingga memudahkan tugas administrasi pendidikannya tentang perencanaan, proses, dan penilaian pembelajaran. Penguasaan teknologi informasi akan memberi guru kemampuan mengintegrasikan teknologi informasi yang memungkinkan proses pembelajaran dapat berupa dukungan sistem manajemen pembelajaran dan dukungan proses pembelajaran. Namun demikian, perlu disadari bahwa teknologi tidak selalu meningkatkan kemampuan belajar murid. Selain itu, kemampuan teknologi informasi tidaklah dapat menggantikan peran guru yang menjadi teladan dalam kehidupan murid.

B.        Komitmen dan Motivasi
Menjadi guru yang efektif membutuhkan komitmen dan motivasi. Komitmen dan motivasi akan dapat mendukung kuat guru untuk melewati masa-masa yang sulit dan melelahkan dalam mengajar. Guru perlu memiliki misi untuk menjadi guru yang efektif bagi murid-muridnya dan guru yang berhasil bagi proses pembelajaran mereka. Semakin berkualitas pendidik, semakin berharga dirinya di mata murid. Ia akan menjadi guru yang akan dihargai dan dihormati murid-muridnya. Hal ini dapat meningkatkan komitmen pendidik dalam pelayanannya di dunia pendidikan.

Riset dalam Psikologi Pendidikan 

Metode Penelitian

Mengumpulkan informasi atau data merupakan aspek yang penting dari penelitian. Ketika para peneliti psikologi pendidikan ingin mengetahui – misalnya, apakah sering bermain video games dapat mengurangi pembelajaran siswa, menyantap makanan bergizi dapat meningkatkan perhatian di kelas, atau waktu istirahat yang banyak bisa mengurangi ketidakhadiran – mereka bisa memilih dari banyak metode pengumpulan informasi penelitian.

Tiga metode dasar yang digunakan untuk mengumpulkan informasi dalam psikologi pendidikan adalah deskriptif, korelasional, dan eksperimental.

Penelitian Deskriptif
Tujuan dari metode penelitian ini adalah mengamati dan merekam perilaku. Penelitian deskriptif tidak bisa membuktikan apa yang menyebabkan beberapa fenomena, tetapi penelitian ini bisa memperlihatkan informasi penting tentang perilaku dan sikap seseorang

Observasi
Observasi ilmiah sangatlah sistematis, seorang peneliti diharuskan mengetahui apa yang ia cari, melakukan observasi secara adil, dengan akurat merekam dan mengkategorikan apa yang ia lihat, dan secara efektif mengkomunikasikan observasinya. Cara umum untuk merekam observasi adalah dengan menuliskannya dengan steno atau simbol. Selain itu, perekam, kamera video, lembar kode khusus, cermin satu arah, dan komputer semakin sering digunakan agar observasi menjadi semakin akurat, dapat dipercaya, dan efisien.

Observasi Naturalistis (naturalistic observation) sejenis observasi yang dilakukan secara alamiah. Dalam hal ini, peneliti berada di luar objek yang diteliti atau tidak menampakkan diri sebagai orang yang sedang melakukan penelitian

Observasi Partisipan (participant observation) terjadi ketika peneliti atau pengamat terlibat secara aktif sebagai seorang partisipan dalam sebuah aktivitas atau situasi
.

Wawancara dan Kuesioner
Para psikolog pendidikan menggunakan wawancara dan kuesioner (survei) untuk mencaru tahu tentang pengalaman, keyakinan, dan perasaan anak-anak atau para guru. Wawancara dan survey yang bagus mencakup pertanyaan yang konkret, spesifik, dan tidak ambigu, serta beberapa cara untuk memastikan keaslian jawaban responden .

Salah satu masalah yang terpenting adalah bahwa banyak individu memberikan jawaban yang diinginkan oleh lingkungan social (social desirable answer), merespon dalam cara yang mereka kira merupakan yang paling diterima dan diinginkan oleh masyarakat daripada bagaimana sebenarnya pemikiran atau perasaan mereka (Babbie, 2005, dalam Santrock, 2011). Teknik melakukan wawancara dengan terampil dan pertanyaan yang dapat meningkatkan respons yang jujur, sangatlah penting untuk mendapatkan informasi yang akurat
. Masalah lain dari wawancara dan survey adalah bahwa para responden terkadang berbohong.

Tes Terstandardisasi
Tes terstandardisasi memiliki prosedur yang sama untuk administrasi dan skoringnya. Tes ini menilai ketangkasan dan keterampilan siswa dalam bidang yang berbeda. Tes ini bisa memberikan ukuran hasil untuk studi penelitian, informasi yang membantu para psikolog dan pendidik membuat keputusan tentang seorang siswa, dan perbandingan prestasi siswa lintas sekolah, wilayah, atau negara .

Studi Kasus
Studi kasus adalah suatu penelitian yang mendalam terhadap seseorang. Studi kasus sering digunakan ketika suatu keadaan tertentu dalam kehidupan seseorang yang tidak bisa ditiru, baik untuk alasan praktis maupun etis. Meskipun studi kasus memberikan gambaran yang dramatis dan mendalam tentang kehidupan seseorang, seorang peneliti harus memperhatikan interpretasinya . Subjek dari kasus ini unik, dengan komposisi genetic dan serangkaian pengalaman yang tidak dimiliki oleh siapapun. Untuk alasan ini, penemuan tersebut seringkali tidak sesuai untuk analisis statistic dan mungkin tidak sama untuk orang lain.

Studi Etnografis
Terdiri atas deskripsi yang mendalam dan interpretasi perilaku dalam sebuah kelompok budaya atau etnis yang mencakup keterlibatan langsung dengan partisipan. Jenis studi ini meliputi observasi dalam keadaan alami dan wawancara, biasanya studi etnografis merupakan proyek jangka panjang

Riset Korelasional
Tujuan penelitian ini adalah untuk medeskripsikan kekuatan hubungan antara dua atau lebih peristiwa atau sifat. Penelitian korelasional sangat bermanfaat karena semakin kuat dua peristiwa berkorelasi (berhubungan atau berkaitan), semakin efektif peneliti memprediksikan satu dari yang lain, korelasi tidaklah sama dengan sebab akibat.

Variabel dapat berkorelasi positif, berkorelasi negatif, atau tidak berkorelasi. Contoh dari korelasi positif adalah hubungan antara prestasi membaca dan prestasi matematika. Secara umum, seseorang yang memiliki kemampuan membaca di atas rata-rata juga akan memiliki kemampuan matematika di atas rata-rata. Tentu saja, beberapa siswa yang mahir membaca mungkin saja tidak mahir dalam matematika, dan sebaliknya. Tapi rata-rata, keterampilan dalam satu bidang akademis berkorelasi positif dengan keterampilan dalam bidang akademik lainnya. Ketika salah satu variabel tinggi, yang lain juga cenderung tinggi. Contoh dari korelasi negatif adalah hari absen dan nilai. Semakin sering siswa tidak hadir di kelas, nilainya akan cenderung semakin rendah, ketika salah satu variabel tinggi, yang lain cenderung rendah. Dengan variabel berkorelasi, sebaliknya, tidak ada korespondensi antara
mereka

Riset Eksperimental

Penelitian eksperimental memungkinkan para psikolog pendidikan untuk menentukan sebab-akibat perilaku. Penelitian eksperimental merupakan satu-satunya metode yang bisa dipercaya untuk menentukan penyebab dan dampak. Eksperimen melibatkan setidaknya satu variable independen dan satu variable dependen. Variabel independen adalah faktor yang dimanipulasi, eksperimental, dan berpengaruh. Label independen mengindikasikan bahwa variable ini bisa diubah secara independen dengan faktor yang lain. Variabel dependen adalah faktor yang diukur dalam sebuah eksperimen. Variable ini bisa berubah ketika variable independen dimanipulasi. Label dependen digunakan karena nilai dari variable ini bergantung pada apa yang terjadi pada para partisipan dalam eksperimen tersebut ketika variable independen dimanipulasi.

Dalam eksperimen, variable independen terdiri atas pengalaman yang berbeda yang diberikan kepada satu atau lebih kelompok eksperimental dan satu atau lebih kelompok control. Kelompok eksperimental adalah kelompok yang pengalamannya dimanipulasi. Kelompok control adalah kelompok perbandingan yang diperlakukan sama seperti kelompok eksperimental, kecuali untuk faktor yang dimanipulasi. Kelompok control berfungsi sebagai dasar yang bisa dibandingkan dengan dampak dari kondisi yang dimanipulasi.

Prinsip penelitian eksperimen yang penting lainnya adalah penempatan acak (random assignment). Para peneliti menentukn para partisipan dalam kelompok eksperimental dan control secara acak. Hal ini untuk mengurangi kemungkinan bahwa hasil dari eksperimen tersebut muncul dari perbedaan yang sebelumnya telah ada di antara kelompok-kelompok tersebut 

0 komentar:

Posting Komentar